Senin, 14 Desember 2015

MASYARAKAT INDONESIA TENTANG SUKU BATAK

Ø  SEJARAH SUKU BATAK

Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur.
Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda (Neolitikum). Karena hingga sekarang belum ditemukan artefak Neolitikum (zaman batu muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam. Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur barus dari tanah Batak sangat bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor selain kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam hingga natal.

Ø  PERSEBARAN DAN POPULASI SUKU BATAK DI INDONESIA

Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km². Sumatra Utara pada dasarnya dapat dibagi atas:

1.Pesisir Timur
2. Pegunungan Bukit Barisan.
3. Pesisir Barat.
4. Kepulauan Nias.

Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak, Nias, dan Melayu sebagai penduduk asli wilayah ini. Daerah pesisir timur Sumatera Utara, pada umumnya dihuni oleh orang-orang Melayu. Pantai barat dari Barus hingga Natal, banyak bermukim orang Minangkabau. Wilayah tengah sekitar Danau Toba, banyak dihuni oleh Suku Batak yang sebagian besarnya beragama Kristen. Suku Nias berada di kepulauan sebelah barat. 
Sukub batak terdiri dari 6.076.440 jiwa (sensus 2000)
Kawasan dengan populasi yang signifisikan:

No Provinsi                           Populasi
1.  Sumatera Utara   4.827.000
2.  Riau                            347.000
3.  Jakarta                    301.000
4.  Jawa Barat                  275.000
5.  Sumatera Barat            188.000

Ø  SISTEM KEKERABATAN SUKU BATAK

Suku Batak diikat oleh kelompok kekerabatan yang mereka sebut sebagai marga. Adapun kegiatan menelusuri silsilah garis keturunan marga disebut dengan istilah tarombo. Salah satu sub suku Batak yang masih menjaga tradisi marga dan tarombo hingga kini adalah Batak Toba. Suku ini tersebar di empat wilayah Tapanuli, Sumatera Utara, yaitu Toba, Silindung, Samosir, dan Humbang. Marga Batak Toba adalah marga pada Suku Batak Toba yang berasal dari daerah di Sumatera Utara, terutama yang tinggal di Kabupaten Tobasa yang wilayahnya meliputi Balige, Porsea, Laguboti, dan sekitarnya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 2005, halaman 716, mengartikan marga sebagai kelompok kekerabatan yang eksogam dan unlinear, baik secara matrilineal (perempuan) maupun patrilineal (laki-laki). Adapun masyarakat umum Batak mengartikan marga sebagai kelompok suku dan suku induk. Menurut Vergouwen (1986), jika melihat realitas yang terjadi di masyarakat Batak Toba sekarang, arti ini terlihat tidak sesuai dengan realitasnya karena bagi orang Batak Toba, marga juga dimaksudkan untuk menunjukkan satuan suku-suku yang lebih kecil dan kelompok yang lebih besar. Hal ini juga disebabkan oleh alur pokok dari struktur silsilah (tarombo) Batak Toba yang beragam.
Orang Batak Toba hingga kini masih meyakini bahwa marga dan tarombo penting untuk dicari dan diperjelas karena seluruh orang Batak meyakini bahwa mereka adalah Dongan-Sabutuha. Dongan-Sabutuha berarti mereka yang berasal dari rahim yang sama” (Vergouwen, 1986: 1). Hal ini diperkuat juga dengan peribahasa Batak yang berbunyi Tinitip sanggar bahen huru-huruan/Djolo sinungkun marga asa binoto partuturan. Arti peribahasa ini adalah “untuk membuat sangkar burung, orang harus memotong gelagah. Untuk tahu hubungan kekerabatannya orang harus menanyakan marga”.
Keyakinan bahwa orang Batak Toba berasal dari rahim yang sama ini (satu marga dan tarombo) disebabkan oleh penetapan struktur garis keturunan mereka
yang menganut garis keturunan laki-laki (patrilineal) yang berarti bahwa garis marga dan tarombo orang Batak Toba dteruskan oleh anak laki-laki. Jika orang Batak Toba tidak memiliki anak laki-laki, maka marga dan tarombo-nya akan punah. Adapun posisi anak perempuan atau perempuan Batak Toba adalah sebagai pencipta hubungan besan karena perempuan harus kawin dengan laki-laki dari kelompok patrilineal yang lain.

Ø  KONSEP MARGA SUKU BATAK

Orang Batak menganut falsafah kekeluargaan dan kekerabatan yang disebut dengan Tungku nan Tiga (tungku tiga kaki). Dalam bahasa Batak Toba, falsafah ini disebut Dalihan na Tolu (tungku posisi duduk). Falsafah ini mengajarkan kepada orang Batak Toba bahwa sejak lahir hingga meninggal kelak, orang Batak Toba harus jelas struktur hubungan kekeluargaan dan kekerabatannya. Falsafah Dalihan Na Tolu berisi tiga kedudukan penting orang Batak Toba dalam kekerabatan, yaitu Hula-hula atau Tondong, Dongan Tubu atau Sanina, dan Boru.  
1. Hula-hula atau Tondong adalah kelompok yang menempati posisi paling atas, yaitu posisi yang harus dihormati oleh seluruh orang Batak Toba. Adapun yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah pihak keluarga dari istri yang disebut sebagai Somba Marhula-hula.
2. Dongan Tubu adalah kelompok yang posisinya sejajar, misalnya teman dan saudara satu marga. Kelompok ini adalah kelompok yang rentan terhadap perpecahan. Untuk itu, budaya Batak Toba mengenal konsep Manat Mardongan Tubu, artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan.
3. Boru adalah kelompok yang menempati posisi bawah, artinya kelompok ini harus selalu dikasihi (Elek Morboru). Adapun yang termasuk kelompok ini adalah saudara perempuan dari marga suami dan dari pihak ayah. 
Dalihan Na Tolu tidak mirip dengan konsep kasta dalam agama Hindu. Perbedaannya terdapat pada ketetapan setiap posisi dalam sistem ini. Posisi masing-masing kasta dalam sistem kasta Hindu tidak dapat berubah. Sebagai contoh, jika seseorang lahir dalam posisi kasta Brahmana, maka demikian posisi seterusnya hingga dia meninggal kelak. Kasta Brahmana tersebut tidak dapat berubah menjadi Sudra misalnya. Sementara itu, posisi Dalihan Na tolu sangat bergantung pada konteksnya (berubah-ubah). Semua anggota masyarakat Batak Toba suatu ketika pasti akan mengalami menjadi Hulahula, Dongan Tubu, atau Boru. Sebagai contoh, salah satu anggota keluarga dari istri seorang bupati bisa jadi hanya menjabat sebagai camat, namun dalam sebuah upacara adat, si bupati tersebut harus mau mencuci piring untuk melayani keluarga istrinya karena keluarga istri masuk dalam kelompok atas (Hula-hula) dan si bupati masuk dalam posisi bawah (boru).
Semua orang Batak harus berperilaku seakan-akan sebagai “raja” berdasarkan falsafah kekerabatan di atas. Artinya, dalam struktur tata kekerabatan Batak Toba, orang harus berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak, bukan raja sebagai orang yang berkuasa. Maka dari itu, dalam setiap pembicaraan adat, sering terdengar sebutan Raja ni Hulahula, Raja ni Dongan Tubu, atau Raja ni Boru. Selain itu, penyebutan ini dimaksudkan untuk menghormati setiap posisi dalam Dalihan Na Tolu (semua orang Batak Toba dianggap sederajat).

Ø  TARI TOR-TOR SEBAGAI TARIAN TRADISIONAL SUKU BATAK    SUMATERA UTARA

Tarian Tor-tor khas suku Batak, Sumatera Utara. Tarian yang gerakannya se-irama dengan iringan musik (magondangi) yang dimainkan dengan alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, dan terompet batak.Tari tor-tor dulunya digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh, dimana roh tersebut dipanggil dan "masuk" ke patung-patung batu (merupakan simbol dari leluhur), lalu patung tersebut tersebut bergerak seperti menari akan tetapi gerakannya kaku. Gerakan tersebut meliputi gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan.
Jenis tari tor-tor pun berbeda-beda, ada yang dinamakan tor-tor Pangurason (tari pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar yang mana lebih dahulu dibersihkan tempat dan lokasi pesta sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya dengan menggunakan jeruk purut. Ada juga tor-tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja, menurut legenda tari berasal dari 7 putri kayangan yang mandi disebuah telaga di puncak Gunung Pusuk Buhit. Kemudian ada tor-tor Tunggal Panaluan merupakan suatu budaya ritual. Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah, maka tanggal ditarikan tari tor-tor, akan ditentukan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab tongkat tunggal penaggalan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah dan Benua bawah.
 Dalam perkembangannya tarian tor-tor ada dalam berbagai acara adat Batak, maknanya disesuaikan dengan tema acara adat yang sedang dilakukan. Dan untuk lebih memeriahkan tari tor-tor, sebagian penonton memberikan saweran kepada penari tor-tor yang diselipkan di tangan penari tor-tor dan sang pemberi saweran melakukannya sambil menari tor-tor juga.

Ø  MATA PENCARIAN MASYARAKAT SUKU BATAK

Daerah sumatera utara dikenal dengan tanahnya yang subur , hal inilah yang menyebabkan masyarakat didaerah ini sebagian besar bermata pencarian sebagai petani, manggulis ( menyadap getah pohon karet ), dan parengge-rengge ( menjual hasil dari perkebunannya, seperti sayuran, buah dsb. ) Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.
. KERAJINAN TANGAN DAN KESENIAN SERTA BAHASA DAERAH SUKU BATAK

Tenunan merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah, kesenian,dsb. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami. Warna ulos biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu. Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan.Pada suku Pakpak ada tenunan yang dikenal dengan nama oles. Bisanya warna dasar oles adalah hitam kecokelatan atau putih
Pada suku Karo ada tenunan yang dikenal dengan nama uis. Bisanya warna dasar adalah biru tua dan kemerahan.Pada suku Pesisir ada tenunan yang dikenal dengan nama Songket Barus. 
Biasanya warna dasar kerajinan ini adalah Merah Tua atau Kuning Emas.

Ø  RUMAH ADAT SUKU BATAK SUMATERA UTARA

     Arsitektur rumah adat yang merupakan perpaduan dari hasil seni pahat dan seni ukir serta hasil seni kerajinan. Arsitektur rumah adat terdapat dalam berbagai bentuk ornamen.Pada umumnya bentuk bangunan rumah adat pada kelompok adat batak melambangkan "kerbau berdiri tegak". 
Hal ini lebih jelas lagi dengan menghias pucuk atap dengan kepala kerbau. Rumah adat suku bangsa Batak bernama Ruma Batak. Berdiri kokoh dan megah dan masih banyak ditemui diSamosir.Rumah adat Karo kelihatan besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Atapnya terbuat dari ijuk dan biasanya ditambah dengan atap-atap yang lebih kecil berbentuk segitiga yang disebut "ayo-ayo rumah" dan "tersek". Dengan atap menjulang berlapis-lapis itu rumah Karo memiliki bentuk khas dibanding dengan rumah tradisional lainnya yang hanya memiliki satu lapis atap di SumateraUtara.Bentuk rumah adat di daerah Simalungun cukup memikat. Kompleks rumah adat di desa Pematang Purba terdiri dari beberapa bangunan yaitu rumah bolon,balai bolon,jemur,pantangan balai butuh dan lesung.
Bangunan khas Mandailing yang menonjol adalah yang disebut "Bagas Gadang" (rumah Namora Natoras) dan "Sopo Godang" (balai musyawarah adat).Rumah adat Pesisir Sibolga kelihatan lebih megah dan lebih indah dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Rumah adat ini masih berdiri kokoh di halaman Gedung Nasional Sibolga.

Ø  TUTUR SAPA MASYARAKAT SUKU BATAK

Tutur Sapaan   Sapaan Terhadap
Ompung Kakek dan nenek
Amang Ayah
Inang, umang Ibu
Anak Anak laki-laki
Boru Anak permpuan
Anggi Adik 
Angkang Kakak laki-laki
Tulang Saudara laki-laki ibu 
Pahompu Cucu 
Parumaen Menantu perempuan
Amang Boru Suami saudara perempuan ayah 
Bere  Menantu laki-laki
Bou Mertua

Ø  UPACARA ADAT MASYARAKAT SUKU BATAK

1) Upacara perkawinan
Upacara perkawinan dilaksanakan di tengah masyarakat sejak dahulu sampai sekarang. Perkawinan sekaligus mempertemukan dan mengawali hubungan dua keluarga yang saling bersahabat. 
13
 Tiap-tiap daerah mempunyai adat berbeda-beda, seperti di daerah Minangkabau menganut garis keturunan matrilineal (garis ibu), sedangkan suku Batak, Bali, Jawa menganut garis patrilineal (garis keturunan laki-laki).
2) Upacara penguburan
Upacara penguburan merupakan upacara yang dikenal pertama kali dalam kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Upacara penguburan menimbulkan kepercayaan bahwa roh orang meninggal akan pergi ke satu tempat tidak jauh dari lingkungan di mana ia pernah tinggal semasa hidupnya. Sewaktu-waktu roh tersebut dapat dipanggil untuk menolong masyarakat jika ada bahaya atau kesulitan. 
    3) Upacara pengukuhan kepala suku
Kedudukan kepala suku di masa lalu adalah besar sebab ia harus memiliki kesaktian, keahlian, pengalaman, dan pengaruh yang kuat karena kepala suku adalah pelindung kelompok sukunya dari berbagai ancaman. Kepala suku bahkan dianggap ahli dalam upacara pemujaan, upacara penempatan rumah, upacara pembukaan ladang, dan upacara adat lainnya.  Upacara pada dasarnya merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran terhadap masa lalunya. Masyarakat menjelaskan tentang masa lalunya melalui upacara. 

Ø  MANFAAT MEMPELAJARI KEBUDAYAAN SUKU BATAK

Keanekaragaman kebudayaan adalah suatu kekayaan Negara yang sangat berharga. Kekayaan yang perlu dijaga dan dilestarikan keberadaanya. Dan sebagai warga Negara yang baik, kita wajib ikut serta dalam melestarikannya.
Pembelajaran mengenai Budaya Nusantara perlu diberikan dengan tujuan untuk mengenalkan keanekaragaman kebudayaan yang ada di Indonesia. Dengan adanya Budaya Nusantara, diharapkan masyarakat Indonesia bisa mengerti akan keanekaragaman suku, budaya, dan adat istiadat yang ada di Indonesia. 
Sehingga masyarakat kita dapat menyadari kekayaan yang ada di Indonesia ini dan mau ikut melestarikannya.
Pembelajaran Budaya Nusantara juga diharapkan dapat menumbuhkan sikap toleransi dalam masyarakat. Apabila setiap anggota masyarakat mampu untuk saling mengerti dan menghormati kebutuhan anggota lainnya, suatu kerukunan pasti akan tercipta. Kerukunan ini dapat menimbulkan rasa persatuan yang lebih besar dalam masyarakat, sehingga masyarakat tidak mudah untuk dipecah belah.
Mempelajari Budaya Nusantara memudahkan kita untuk berinteraksi dengan orang yang berasal dari tempat lain di Indonesia dengan kebudayaan yang berbeda. Mempelajari Budaya Nusantara adalah salah satu kunci agar mereka bisa beradaptasi di tempat baru dimana mereka akan ditempatkan. Budaya Nusantara tidak hanya mengajarkan kepada kita tentang kesenian-kesenian tradisional maupun upacara-upacara adat dari berbagai daerah, tetapi juga memberikan informasi tentang bagaimana keadaan sosial masyarakat di daerah tersebut. Mengetahui bagaimana sifat seseorang akan memudahkan kita untuk dapat bergaul dan berinteraksi secara akrab dengannya. Dan sekali lagi, Budaya Nusantara mampu untuk menjembatani adanya perbedaan tersebut.
Perbedaan bukanlah sesuatu yang harus kita tonjolkan karena kita semua sebenarnya adalah sama, yaitu sama-sama makhluk Tuhan yang butuh makan dan minum. Perbedaan hanyalah suatu  fasilitas untuk menunjukkan keberadaan kita di dunia ini. Janganlah suatu perbedaan membuat kita semakin jauh, dan bahkan terpecah belah. Bhineka Tunggal Ika, walaupun kita berbeda, tetapi kita tetap satu jua.


DAFTAR PUSTAKA
·         Abdullah, Taufik. 1990. Sejarah Lokal di Indonesia Kumpulan Tulisan.  Yogyakarta :Gadjah  Mada University  Press.
·         Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta :Djambatan.
·         Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1998. Budaya masyarakat perbatasan.