BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Dalam kehidupan bernegara
terdapat berbagai norma yang mengatur kehidupan agar terjadi keseimbangan dan
keteraturan hidup. Ketika salah satu norma tersebut tak dijalankan dengan benar
maka akan berpotensi terjadi hal yang tak diinginkan, dan roda kehidupan akan
tersendat.
Ada beberapa norma yang
tertulis maupun tidak tertulis. Norma yang tertulis salah satunya adalah norma
hukum. Meskipun hukum sebagi aturan yang baku dan harus dikuti, namun tetap
saja banyak pihak yang memandang hukum sebagi sesuatu yang bisa dbeli dngan
uang dan kekuasaan. Termasuk didalamnya hukum tentang pengaturan Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI) yang saat ini semakin diperhatikan oleh khalayak.
Karena banyaknya klaim dan semakin sulitnya proses peradilan untuk
menindaklanjuti klaim tersebut jika tak memiliki hukum yang kuat.
B. RUMUSAN
MASALAH
a. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan HAKI ?
b. Apa
saja yang termasuk HAKI ini?
c. Bagaimana
Sejarah perkembangan HAKI di Indonesia?
C. TUJUAN
a. Untuk
mengetahui pengertian HAKI atau H.KI
b. Untuk
mengetahui ruang Lingkup HaKI atau HKI
c. Untuk
mengetahui pengertian dan landasan hukum dari Hak cipta, Paten (Patent),
dan Merek (Trademark)
dan Merek (Trademark)
d. Untuk
mengetahui sifat hukum HAKI atau HKI
e. Untuk
mengetahui pentingnya HAKI atau HKI
f. Untuk
mengetahui Sejarah perkembangan Perlindungan HAKI atau HKI di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
HAKI
Hak atas kekayaan
intelektual (HAKI) atau biasa disingkat HKI(Hak Kekayaan Intelektual) adalah
hak eklusif yang diberikan oleh hukum yang berkaitan dengan usaha manusia,
didasarkan kepada kemampuan intelektual yang memiliki nilai ekonomi.
B. CABANG-CABANG
HAKI
1. Hak cipta (copy right)
Hak cipta adalah hak eklusif
hak (hak yang semata-mata diperuntukan bagi pemegangnya sehingga tidak ada
pilihan lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya) bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan-peraturan yang berlaku. Di Indonesia, pengaturan hak cipta diatur
dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang hak cipta (UUHC).
Sifat kebendaan hak cipta
yaitu benda bergerak tidak berwujud. Hak cipta ini bisa beralih dari satu orang
ke orang lain tapi tidak bisa secara lisan harus dengan bukti otentik secara
tertulis baik tanpa atau dengan akta notaris.
Ciptaan yang dilindungi
berdasarkan UUHC pasal 12 ayat 1 yaitu ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,
seni, dan sastra yang mencakup:
1. Buku,
program computer, pamflet, perwajahan (layout), karya tulis yang diterbitkan
2. Ceramah,
kuliah, pidato
3. Alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
4. Lagu
dan music dengan atau tanpa teks
5. Drama
atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomin.
6. Seni
rupa dalam segala bentuk, seperti seni lukis, gambar seni ukir, kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.
7. Arsitektur
8. Peta
9. Seni
batik, fotografi
10. Sinamatografi
11. Terjemahan,
tafsir saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dalam hal
pengalihwujudan.
Sebuah ciptaan untuk
mendapat perlindungan hukum Negara harus memiliki dua syarat, yaitu:
1. Material
form : suatu ide atau pemikiran yang telah dituangkan dalam bentuk nyata. Jadi
yang dilindungi bukan merupakan suatu ide atu pemikiran.
2. Originality
: suatu ciptaan itu benar-benar berasal dari orang yang mengaku sebagai penciptanya, bukan merupakan tiruan atau perbanyakan dari suatu ciptaan yang
telah ada.
Pembatasan
hak cipta
1. Tidak
dianggap pelanggaran hak cipta apabila berupa Perbuatan yang tidak dapat
dituntut sebagai perbuatan melanggar hak cipta, antara lain:
a. Mengumumkan
dan atau memperbanyak lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifat aslinya
b. Mengumumkan
dan atau memperbanyak segala sesuatu yang diumumkan dan atau diperbanyak oleh
pemerintah, kecuali apabila hak cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan
pernyataan ciptaan itu sendiri ataupun ketika ciptaan itu diumumkan dan diperbanyak.
2. Tidak
dianggap pelanggaran hak cipta dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan
dan diumumkan, antara lain:
a. Penggunaan
ciptaan hak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta
b. Pengambilan
ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan pembelaan di
dalam atau diluar pengadilan
c. Pengambilan
ciptaan pihak lain, baik seluruhnya ataupun sebagian guna keperluan:
1. Ceramah
yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan
2. Pertunjukan
dan pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta
d. Perbanyakan
suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra dalam huruf braile guna keperluan para tuna netra, terkecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial
e. Perbanyakan
suatu ciptaan selain program computer secara terbatas dengan cara atau alat apapun
atau proses serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk
keperluan aktivitasnya.
f. Perubahan
dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan pemilik program computer
yanag semata-mata dilakukan untuk digunakan sendiri.
Pencipta adalah orang yang
namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan pada Direktorat Jendral HKI atau
orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada
suatu ciptaan. Hak pencipta dibagi 2, yaitu:
1. Hak
ekonomi (economi right) adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi bagi penciptanya atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat atas ciptaan
serta produk hak terkait.
2. Hak
moral ( moral right) adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau
pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun walaupun
hak ekonomi pada hak cipta atau hak terkait telah dialihkan, kecuali dengan
persetujuan pencipta dengan persetujuan ahli warisnya dalam pencipta telah
meninggal dunia, sehingga pada intinya hak moral mempunyai dua macam hak,
yaitu:
a. The
raight to protect the integrity of work, yaitu hak pencipta bahwa ciptaannya
diumumkan atau diperbanyak harus ditampilkan secara utuh tanpa distorsi,
mutilasi dan bentuk pemutar balikan lainnya, pemotongan, perusakan, penggantian
yang berhubungan dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi
dan reputasi pencipta
b. Attributation
atau authorship right, yaitu hak pencipta bahwa setiap ciptaannya digunakan secara umum, harus dicantumkan nama atau nama samarannya meskipun hak
ekonomimya telah dialihkan
Masa berlaku hak cipta
1. Hak cipta atas ciptaan yang berupa
a. Buku,
pamflet dan semua hasil karya tulis lain
b. Drama
atau drama musical, tari koreografi
c. Segala
bentuk seni rupa
d. Seni
batik
e. Lagu
dan music dengan atau tanpa teks
f. Arsitektur
g. Ceramah,
kuliah, pidato,
h. Alat
peraga
i. Peta
j. Terjemahan,
tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup penciptanyan dan 50
tahun setelah meninggal dunia
2. Hak cipta atas ciptaan
a. Program
computer
b. Sinematografi
c. Fotografi
d. Database
e. Karya
hasil pengalih wujudan
f. Perwajahan
karya tulis yang diterbitkan, berlaku selama lima puluh tahun sejak pertama
kali diumumkan.
Pendaftaran hak cipta bukan
merupakan suatu kewajiban bagi pencipta karena sejak adanya ciptaan itu dengan
atau tanpa didaftarkan telah dilindungi. Namun demikian, Direktorat jendral HKI
Departemen Hukum dan HAM RI menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan dicatat
dalam daftar umum ciptaan.
Sanksi pidana
1. Barang
siapa memperbanyak atau mengumumkan suatu ciptaan tanpa izin pencipta atau
pemegang hak ciptanya dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat satu bulan dan denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 dan pidana penjara
paling lama 7 tahun dengan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00
2. Barang
siapa dengan sengaja menyiarkan memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp
500.000.000,00
3. Barang
siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu program computer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00
7 Prinsip utama hak cipta:
1. Hak
cipta melindungi perwujudan ide bukan ide itu sendiri
2. Hak
cipta tidak memerlukan pendaftaran untuk memeroleh perlindungan hukum
3. Hak
cipta bersifat asli (original) dan pribadi
4. Ada
pemisahan antara kepemilikan fisik dengan hak yang terkandung dalam suatu benda
5. Jangka
waktu perlindungan hak cipta bersifat terbatas
6. Pasal-pasal
pidana dalam UUHC bersifat delik biasa
7. Perlindungan
hak cipta berlaku pada warga Negara asing yang terlibat dalam perjanjian yang
sama
2. Hak paten
(patent)
Hak paten adalah hak eklusif
yang diberikan oleh Negara kepada investor atau hasil invensi dalam bidang
teknologi, selama jangka waktu tertentu melakukan invensinya atau memberikan
persetujuan pada pihak lain untuk melaksanaknnya. Dasar hukumunya yaitu UU No.
24 tahun 2001 tentang paten.
Invensi yang dapat diberikan
paten mengandung unsur:
1. Kebaruan
(novelty)
2. Langkah-langkah
inventif (inventive steps)
3. Dapat
diterapkan dalam industry (industrial aplicable)
Invensi yang tidak dapat diberikan
paten
1. Proses
atau produk yang bertentangan dengan undang-undang
2. Metode
kedokteran
3. Teori
dan metode dalam bidang ilmu pengetahuan dan matematika atau semua makhluk
hidup dan jasad renik
4. Proses
biologis
Jangka waktu paten selama 20
tahun sejak tanggal penerimaan dan tak bisa diperpanjang sementara paten
sederhana 10 tahun.
Subjek paten adalan investor
atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang bersangkutan.
Hak pemegang paten:
1. Memiliki
hak eksklusif
2. Larangan
terhadap pihak lain yang tanpa persetujuannya untuk mengimpor
3. Dikecualikan
untuk kepentingan pendidikan, penilitian, percobaan, dan analisis yang tidak
merugikan
Pemegang paten wajib membuat
produk atau menggunakan proses yang diberikan paten di Indonesia, kecuali
apabila pembuatan produk atau penggunaan proses tersebut hanya layak dilakukan
secara regional
Paten dapat beralih atau
dialihkan baik sebagian ataupun seluruhnya, karena: pewarisan, hibah, wasiat,
perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan dalam undang-undang .
Sanksi pidana:
1. Barangsiapa
dengan tanpa sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00
2. Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten sederhana dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp
250.000.000,00
8 prinsip dalam UU paten
Indonesia:
1. Paten
hanya terkait dengan invensi dalam bidang teknologi yang berisikan pemecahan
masalah
2. Perlindungan
hukum terhadap invensi dalam bidang teknologi didasarkan atas permohonan
3. Pendaftaran
paten bersifat teritorial
4. Sistem
pendaftaran paten yaitu system pendaftar pertama (first to file)
5. Paten
dapat dialihkan kepemilikannya
6. Untuk
melindungi kepentingan masyarakat, UU paten mengatur bahwa bolar provision dan impor paralel bukan merupakan pelanggaran
7. Pengadilan
niaga mempunyai wewenang menyelesaikan perkara pelanggaran paten dalam bidang
perdata
8. Tindak
pidana yang diatur dalam UU paten adalah delik aduan
3. Hak
merek (trademark)
Pasal 1 ayat 1 UU Merek
merumuskan bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa. Tanda yang dapat diklasifikasikan merek yaitu, kata, huruf,
angka, gambar, warna, dan gabungan unsur-unsur tersebut, sepert i satu warna
(single colour), tanda-tanda 3 dimensi baik berbentuk sebuah produk atau
kemaSan, tanda-tanda yang dapat didengar, tanda-tanda yang dapat dicium,
tanda-tanda bergerak.
Merek terdiri dari merek
jasa, dagang dan kolektif. Ketentuan dalam pendaftaran merek mencakup hal
sebagai berikut:
1. Sebuah
merek bisa didaftarkan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Adanya
daya pembeda
b. Keaslian
(originality)
2. Sebuah
merek tidak dapat didaftarkan apabila terjadi hal-hal berikut:
a. Permohonan
dilakukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik
b. Merek
tersebut mengandung salah satu unsur dibawah ini:
1. Bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan
2. Tidak
memiliki daya pembeda
3. Telah
menjadi milik umum
4. Merupakan
keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa ynag dimohonkan pendaftarannya
c. Sebuah
merek harus ditoalak permohonan pendaftarannya apabila merk tersebut:
1. memiliki
persamaan dengan pihak lain
2. memiliki
persamaan geografis
3. merupakan
atau menyerupai nama orang terkenal, foto dan nama badan hukum
4. merupakan
tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau symbol atau emblem Negara atau lembaga nasional dan internasional kecuali izin
tertulis
5. merupakan
tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yanag digunakan oleh
Negara atau lembaga pemerintah kecuali persetujuan tertulis
Indikasi geografis adalah indikasi
atau identitas dari suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah atau
wilayah tertentu yanag menunjukan adanya kualitas, reputasi, dan karakteristik,
termasuk factor alam dan factor manusia yang dijadikan atribut dari barang
tersebut. Indikasi geografis mendapat perlindungan setelah terdaftar atas dasar
permohonan yang diajukan oleh:
1. Lembaga
yang mewakili masyarakat didaerah yang memproduksi barang yang bersangkutan
2. Lembaga
yang memberikan kewenangan untuk itu
3. Kelompok
konsumen barang
Merek terdaftar mendapat
perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan
pendaftaran dan jangka waktu itu bisa diperpanjang.
Hak atas merek terdaftar
dapat beralih atau dialihkan karena, pewarisan, wasiat, hibah, perjanjian,
sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan
Sanksi pidana
1. Barang
siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan atau
jasa sejenis diproduksi dan atau diperdagangkan dipidana dengan pidana penjara
pling lama 5 tahun dan atau denda paing banyak Rp 1.000.000.000,00
2. Barang
siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang atau jasa sejenis yang
diproduksi dan atau diperdagangkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
tahun dan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00
10 prinsip penting UU Merek
Indonesia:
1. Merek
merupakan sebuah tanda yang membedakan sebuah produk barang atau jasa dengan produk barang atau jasa lain yang sejenis
2. Perlindungan
merek diberikan dengan pendaftaran
3. Pihak
yang mengajukan permohonan dibatasi
4. Jangka
waktu perlindungan merek dapat diperpanjang
5. UU merek
menyediakan pengecualian khusus terhadap perlindungan indikasi asal yang tak harus didaftarkan
6. Menganut
asas pendaftar pertama.
7. Menggunakan
prinsip permohonan merek yang beritikad baik
8. Penghapusan
merek oleh Direktorat Jendral HKI terjadi karena 4 kemungkinan, yaitu atas prakarsa Direktorat Jendral HKI, atas permohonan dari pemegang merek, keputusn
pengadilan, tidak diperpanjangnya jangka waktu perlindungan merek
9. Putusan
pengadilan niaga hanya data diajukan kasasi
10. Menyadarkan
proses tuntutan pidana berdasarkan delik aduan
C. SEJARAH
PERKEMBANGAN HAKI DI INDONESIA
1. Secara
historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada
sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang
pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah
Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan
UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands
East-Indies telah menjadi angGota Paris Convention for the
Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid
Conventiondari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne
Convention for the Protection of L teraty and Artistic Works sejak
tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945,
semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan
perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun
tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan
pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan
Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia
(sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus
dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda
Pada tahun 1953 Menteri
Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan
nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri
Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan
Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang
mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
Pada tanggal 11 Oktober 1961
Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan
Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961
mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi
masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
10 Mei 1979 Indonesia
meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of
Industrial Property(Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden
No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum
penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah
ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
Pada tanggal 12 April 1982
Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan
UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982
dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil
kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan
kecerdasan kehidupan bangsa.
Tahun 1986 dapat disebut
sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986
Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan
No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres
adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan
peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di
kalangan instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
19 September 1987 Pemerintah
RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982
tentang Hak Cipta.
Tahun 1988 berdasarkan
Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak
Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas
Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di
lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen
Kehakiman.
Pada tanggal 13 Oktober 1989
Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan
menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU
Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
28 Agustus 1992 Pemerintah
RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April
1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
Pada tanggal 15 April 1994
Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the
Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan
TRIPS).
Tahun 1997 Pemerintah RI
merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak
Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
Akhir tahun 2000, disahkan
tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000
tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Untuk menyelaraskan dengan
Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU
No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di
bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun
sejak di undangkannya.
Pada tahun 2000 pula
disahkan UU No 29 Tahun
2000Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif
sejak tahun 2004.
Seperti telah disinggung di atas, Indonesia telah memiliki perangkat hukum
yang memadai di bidang perlindungan hak kekayaan intelektual. Indonesia telah
meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang hak kekayaan intelektual
seperti Paris Convention, Berne Convention, maupun Trade Related Aspects of Intellectuals Property Rights (TRIPs). Perangkat hokum di bidang hak keyaan
intelektual yang dipunyai Indonesia diantaranya adalah:
a. UU
No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
b. UU No.
30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
c. UU
No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
d. UU No.
32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
e. UU
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
f. UU
No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
g. UU No.
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
h. UU No. 7
Tahun 1994 Tentang Ratifikasi Trade Related Aspects of Intellectuals
Property Rights (TRIPs)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setiap karya-karya yang
lahir dari buah pikir yang cemerlang yang berguna bagi manusia perlu di akui
dan dilindungi. Untuk itu system HaKI atau HKI diperlukan sebagai bentuk
penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya. Disamping itu sistem HKI
menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk
kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya
lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi
yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal
untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan
nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
B. SARAN
Pemerintah diharapkan dapat
melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai hak kekayaan intelektual
sehingga masyarakat dapat mengerti hukum yang berlaku di Indonesia sekaligus
memahami pentingnya hak kekayaan intelektual setiap individu maupun organisasi.
Selain itu pelaksanaan dan pemberian ganjaran dilakukan dengan lebih tegas
sehingga para pelaku bisnis tidak melakukan pelanggaran hak kekayaan
intelektual. Selain itu pemerintah dapat juga membentuk sebuah badan hukum
independen yang secara khusus bertugas mengatur dan mengawasi seluruh bisnis
yang terdapat di Indonesia.
Masyarakat disarankan lebih
peduli akan tindakan pelanggaran HKI, baik dari pengawasan akan adanya usaha
yang melanggar HKI juga mempraktikkan tindakan menghargai HKI dengan membeli
produk yang asli.
Bagi para pelaku bisnis
sebaiknya mendaftarkan bisnisnya sehingga bisnis yang dimiliki terlindung oleh
hukum serta mengurangi adanya pelanggaran hak kekayaan intelektual yang
dilakukan oleh pihak lain. Selain itu pelaku bisnis diharapkan memiliki rasa
yang kreatif dan inovatif sehingga menciptakan ide-ide bisnis yang baru tanpa melakukan
peniruan dari bisnis yang telah ada mengingat kerugian-kerugian yang didapatkan
apabila praktik pelanggaran HKI tetap dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://azzaqun.blogspot.com/2012/04/makalah-haki.html
http://alqomaluphindonesia.files.wordpress.com/2010/12/makalah-alqoma.pdf
http://aftinaarda.blogspot.com/2011/11/makalah-tik.html
http://fidyanifitri.wordpress.com/2012/04/10/hak-kekayaan-intelektual/
http://kaaeka.wordpress.com/2011/11/15/contoh-kasus-pelanggaran-etika-dalam-dunia maya-dan-teknologi-informasi/
http://alqomaluphindonesia.files.wordpress.com/2010/12/makalah-alqoma.pdf
http://aftinaarda.blogspot.com/2011/11/makalah-tik.html
http://fidyanifitri.wordpress.com/2012/04/10/hak-kekayaan-intelektual/
http://kaaeka.wordpress.com/2011/11/15/contoh-kasus-pelanggaran-etika-dalam-dunia maya-dan-teknologi-informasi/